Rabu, 03 Desember 2008

RSUD Dr. H. Soewondo Kendal

BANYAK ORANG MENGENAL
MEMANG RSUD KU SANGAT TERKENAL
TAK KAN ADA MASALAH KESEHATAN TERPENGGAL
SEMUA PASIEN PULANG PENYAKIT TERTINGGAL

RSUD KU TIDAKLAH BESAR JUGA BUKAN RSUD KECIL
DIBAWAH KEPEMIMPINAN DIREKTUR YANG BIJAK NAN ADIL
DIBIDANG KESEHATAN RSUD KU TERUS IKUT ANDIL
MEWUJUDKAN KOTA BERIBADAT UNTUK KENDAL
AMIIN ........

Konsep Sehat Sakit

KONSEP SEHAT - SAKIT
Oleh : Indah Setyaningsih



Konsep Sehat
A. Pengertian
1. Sehat menurut WHO 1974
Kesehatan adalah keadaan sempurna baik fisik, mental, social bukan hanya bebas dari penyakit, cacat dan kelemahan.
2. UU N0. 23/1992 tentang kesehatan
kesehatan adalah suatu keadaan sejahtera dari badan (jasmani), jiwa (rohani) dan social yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara social dan ekonomis.
1. Pepkin’s
Sehat adalah suatu keadaan keseimbangan yang dinamis antara bentuk tubuh dan fungsi yang dapat mengadakan penyesuaian, sehingga dapat mengatasi gangguan dari luar.
2. Kesehatan mental menurut UU No.3/1961 adalah suatu kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, intelektual, emosional yang optimal dari seseorang dan perkembangan itu berjalan selaras dengan keadaan orang lain.
3. Kesehatan social adalah suatu kemampuan untuk hidup bersama dengan masyarakat dilingkungannya.
4. Kesehatan fisik adalah suatu keadaan dimana bentuk fisik dan fungsinya tidak ada ganguan sehingga memungkinkan perkembangan psikologis, dan social serta dapat melaksanakan kegiatan sehari-hari dengan optimal.

Sesuai dengan pengertian sehat di atas dapat di simpulkan bahwa kesehatan terdiri dari 3 dimensi yaitu fisik, psikis dan social yang dapat diartikan secara lebih positif, dengan kata lain bahwa seseorang diberi kesempatan untuk mengembangkan seluas-luasnya kemampuan yang dibawanya sejak lahir untuk mendapatkan atau mengartikan sehat.
Meskipun terdapat banyak pengertian/definisi, konsep sehat adalah tidak standart atau baku serta tidak dapat diterima secara mutlak dan umum. Apa yang dianggap normal oleh seseorang masih mungkin dinilai abnormal oleh orang lain, masing-masing orang/kelompok/masyarakat memiliki patokan tersendiri dalam mengartikan sehat. Banyak orang hidup sehat walau status ekonominya kekurangan, tinggal ditempat yang kumuh dan bising, mereka tidak mengeluh adanya gangguan walau setelah ditimbang berat badanya dibawah normal. Penjelasan ini menunjukan bahwa konsep sehat bersifat relatif yang bervariasi sangat luas antara sesama orang walau dalam satu ruang/wilayah.
Sehat tidak dapat diartikan sesuatu yang statis, menetap pada kondisi tertentu, tetapi sehat harus dipandang sesuatu fenomena yang dinamis. Kesehatan sebagai suatu spectrum merupakan suatu kondisi yang fleksibel antara badan dan mental yang dibedakan dalam rentang yang selalu berfluktuasi atau berayun mendekati dan menjauhi puncak kebahagiaan hidup dari keadaan sehat yang sempurna.
Sehat sebagai suatu spectrum, Pepkins mendefinisikan sehat sebagai keadaan keseimbangan yang dinamis dari badan dan fungsi-fungsinya sebagai hasil penyesuaian yang dinamis terhadap kekuatan-kekuatan yang cenderung menggangunya. Badan seseorang bekerja secara aktif untuk mempertahankan diri agar tetap sehat sehingga kesehatan selalu harus dipertahankan. Berikut adalah tahap-tahap spectrum kesehatan :

Positive Health
Better Health
Freedom from Sickness
Spektrum
Kesehatan
Unrecognized Sickness
Mild Sickness
Severe Sickness
Death

Konsep Sakit
A. Pengertian
1. Perkins mendefinisikan sakit sebagai suatu keadaan yang tidak menyenangkan yang menimpa seseorang sehingga seseorang menimbulkan gangguan aktivtas sehari-hari baik aktivitas jasmani, rohani dan social
2. R. Susan mendefinisikan sakit adalah tidak adanya keserasian antara lingkungan dan individu.
3. Oxford English Dictionary mengartikan sakit sebagai suatu keadaan dari badan atau sebagian dari organ badan dimana fungsinya terganggu atau menyimpang.

Keadaan sehat – Sakit
A. Kontinum Sehat - sakit
Status kesehatan seseorang terletak antara dua kutub yaitu “ sehat optimal dan “ kematian “, yang sifatnya dinamis. Bila kesehatan seseorang bergerak kekutub kematian maka seseorang berada pada area sakit (illness area) dan bila status kesehatan bergerak kearah sehat (optimal well being) maka seseorang dalam area sehat (wellness area).



Kematian __________________________________health

Illness area ----------- Wellness area


B. Mempertahankan status kesehatan
1. Sesuai dengan sifat sehat-sakit yang dinamis, maka keadaan seseorang dapat dibagi menjadi sehat optimal, sedikit sehat, sedikit sakit, sakit berat dan meninggal.
2. Bila seseorang dalam area sehat maka perlu diupayakan pencegahan primer (primary prevention) yang meliputi health promotion dan spesific protection guna mencegah terjadinya sakit.
3. Bila seseorang dalam area sakit perlu diupayakan pencegahan sekunder dan tersier yaitu early diagnosisand promt treatment, disability limitation dan rehabilitation.

C. Factor yang berpengaruh terhadap perunbahan sehat sakit
A. Blum, mengemukakan terdapat 6 faktor yang mempengaruhi status sehat-sakit, yaitu :
1. Faktor politik meliputi keamanan, tekanan, tindasan dll.
2. Faktor perilaku manusia meliputi kebutuhan manusia, kebiasaan manusia, adat istiadat.
3. Faktor keturunan meliputi genetic, kecacatan, etnis, fator resiko, ras dll.
4. Factor pelayanan kesehatan meliputi upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.
5. Faktor lingkungan meliputi udara, air, sungai dll.
6. Factor social ekonomi meliputi pendidikan, pekerjaan dll.


D. Tingkat Pencegahan
Dalam perkembangan selanjutnya untuk mengatasi masalah kesehatan termasuk penyakit di kenal tiga tahap pencegahan:
Pencegahan primer: promosi kesehatan (health promotion) dan perlindungan khusus (specific protection).
Pencegahan sekunder: diagnosis dini dan pengobatan segera (early diagnosis and prompt treatment), pembatasan cacat (disability limitation)
Pencegahan tersier: rehabilitasi.
1. Pencegahan primer dilakukan pada masa individu belum menderita sakit, upaya yang dilakukan ialah:
a. Promosi kesehatan/health promotion yang ditujukan untuk meningkatkan daya tahan tubuh terhadap masalah kesehatan.
b. Perlindungan khusus (specific protection): upaya spesifik untuk mencegah terjadinya penularan penyakit tertentu, misalnya melakukan imunisasi, peningkatan ketrampilan remaja untuk mencegah ajakan menggunakan narkotik dan untuk menanggulangi stress dan lain-lain.
2. Pencegahan sekunder dilakukan pada masa individu mulai sakit
a. Diagnosa dini dan pengobatan segera (early diagnosis and prompt treatment), tujuan utama dari tindakan ini ialah 1) mencegah penyebaran penyakit bila penyakit ini merupakan penyakit menular, dan 2) untuk mengobati dan menghentikan proses penyakit, menyembuhkan orang sakit dan mencegah terjadinya komplikasi dan cacat.
b. Pembatasan cacat (disability limitation) pada tahap ini cacat yang terjadi diatasi, terutama untuk mencegah penyakit menjadi berkelanjutan hingga mengakibatkan terjadinya cacat yang lebih buruk lagi.
3. Pencegahan tersier
a. Rehabilitasi, pada proses ini diusahakan agar cacat yang di derita tidak menjadi hambatan sehingga individu yang menderita dapat berfungsi optimal secara fisik, mental dan sosial.
Adapun skema dari ketiga upaya pencegahan itu dapat di lihat pada gambar dua. Pada gambar dua proses perjalanan penyakit dibedakan atas a) fase sebelum orang sakit: yang ditandai dengan adanya keseimbangan antara agen (kuman penyakit, bahan berbahaya), host/tubuh orang dan lingkungan dan b) fase orang mulai sakit: yang akhirnya sembuh atau mati.
Gambar dua: Tingkat pencegahan penyakit (sumber: Leavel and clark, 1958)
Promosi kesehatan dilakukan melalui intervensi pada host/tubuh orang misalnya makan makanan bergizi seimbang, berperilaku sehat, meningkatkan kualitas lingkungan untuk mencegah terjadinya penyakit misalnya menghilangkan tempat berkembang biaknya kuman penyakit, mengurangi dan mencegah polusi udara, menghilangkan tempat berkembang biaknya vektor penyakit misalnya genangan air yang menjadi tempat berkembang biaknya nyamuk Aedes, atau terhadap agent penyakit seperti misalnya dengan memberikan antibiotika untuk membunuh kuman.
Perlindungan khusus dilakukan melalui tindakan tertentu misalnya imunisasi atau proteksi pada bahan industri berbahaya dan bising . Melakukan kegiatan kumur-kumur dengan larutan flour untuk mencegah terjadinya karies pada gigi. Sedangkan terhadap kuman penyakit misalnya mencuci tangan dengan larutan antiseptik sebelum operasi untuk mencegah infeksi, mencuci tangan dengan sabun sebelum makan untuk mencegah penyakit diare.
Diagnosa dini dilakukan melalui proses skrining seperti misalnya skrining kanker payudara, kanker rahim, adanya penyakit-penyakit tertentu pada masa kehamilan, sehingga pengobatan dapat dilakukan saat dini dan akibat buruknya dapat dicegah.
Kadang-kadang batas dari ketiga tahap pencegahan itu tidak jelas sehingga ada kegiatan yang tumpang tindih dapat digolongkan pada perlindungan khusus akan tetapi juga dapat digolongkan pada diagnosa dini dan pengobatan segera misalnya pengobatan lesi prekanker pada rahim dapat termasuk pengobatan dini dapat juga perlindungan khusus.
Selain upaya pencegahan primer, sekunder dan tersier yang dikalangan kesehatan dokter, perawat dan praktisi kesehatan masyarakat dikenal sebagai lima tingkat pencegahan, juga dikenal empat tahapan kegiatan untuk mengatasi masalah kesehatan masyarakat, empat tahapan itu (Rossenberg, Mercy and Annest, 1998) ialah:
Apa masalahnya (surveillance). Identifikasi masalah, apa masalahnya, kapan terjadinya, dimana, siapa penderitanya, bagaimana terjadinya, kapan hal itu terjadi apakah ada kaitannya dengan musim atau periode tertentu.
Mengapa hal itu terjadi (Identifikasi faktor resiko). Mengapa hal itu lebih mudah terjadi pada orang tertentu, faktor apa yang meningkatkan kejadian (faktor resiko) dan faktor apa yang menurunkan kejadian (faktor protektif).
Apa yang berhasil dilakukan (evaluasi intervensi). Atas dasar kedua langkah terdahulu, dapat di rancang upaya yang perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya masalah, menanggulangi dengan segera penderita dan melakukan upaya penyembuhan dan pendampingan untuk menolong korban dan menilai keberhasilan tindakan itu dalam mencegah dan menanggulangi masalah.
Bagaimana memperluas intervensi yang efektif itu (implementasi dalam skala besar). Setelah diketahui intervensi yang efektif, tindakan selanjutnya bagaimana melaksanakan intervensi itu di pelbagai tempat dan setting dan mengembangkan sumber daya untuk melaksanakannya.

Askep Fraktur " RSUD Dr. H. Soewondo Kendal "

Asuhan Keperawatan
Klien Fraktur


A. Pengertian dan Penyebab
1. Pengertian
Patah tulang adalah terputusnya hubungan normal suatu tulang atau tulang rawan yang disebabkan oleh kekerasan (Oswari, 2000: 144).
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan dari tulang itu sendiri dan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap (Price, 1995: 1183).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa (Mansjoer, 2000: 43). Fraktur klavikula adalah fraktur yang dapat terjadi sebagai akibat trauma langsung atau gaya tidak langsung yang dihantarkan melalui bahu.
2. Penyebab fraktur / patah tulang menurut adalah:
a. Benturan dan cidera (jatuh pada kecelakaan)
b. Fraktur patologik (osteoporosis, kelemahan hilang akibat penyakit kanker)
c. Patah karena letih
d. Patah tulang karena tulang tidak dapat mengabsorbsi energi karena berjalan terlalu jauh
Long (1996: 367)

B. Patofisiologi
Patah tulang biasanya terjadi karena benturan tubuh, jatuh atau trauma (Long, 1996: 356). Baik itu karena trauma langsung misalnya: tulang kaki terbentur bemper mobil, atau tidak langsung misalnya: seseorang yang jatuh dengan telapak tangan menyangga. Juga bisa karena trauma akibat tarikan otot misalnya: patah tulang patela dan olekranon, karena otot trisep dan bisep mendadak berkontraksi. (Oswari, 2000: 147)
Fraktur dibagi menjadi fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Tertutup bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar. Terbuka bila terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar oleh karena perlukaan di kulit. (Mansjoer, 2000: 346)
Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah dan ke dalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya mengalami kerusakan. Reaksi peradangan biasanya timbul hebat setelah fraktur. Sel-sel darah putih dan sel mast berakumulasi menyebabkan peningkatan aliran darahketempat tersebut. Fagositosis dan pembersihan sisa-sisa sel mati dimulai. Di tempat patah terbentuk fibrin (hematoma fraktur) dan berfungsi sebagai jala-jala untuk melekatkan sel-sel baru. Aktivitas osteoblast terangsang dan terbentuk tulang baru imatur yang disebut callus. Bekuan fibrin direabsorbsi dan sel-sel tulang baru mengalami remodeling untuk membentuk tulang sejati (Corwin, 2000: 299)
Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut saraf yang berkaitan dengan pembengkakanyg tidak ditangani dapat menurunkan asupan darah ke ekstremitas dan mengakibatkan kerusakan saraf perifer. Bila tidak terkontrol pembengkakan dapat mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, oklusi darah total dapat berakibat anoksia jaringanyg mengakibatkan rusaknya serabut saraf maupun jaringan otot. Komplikasi ini dinamakan sindrom kompartemen (Brunner & suddarth, 2002: 2287)
Pengobatan dari fraktur tertutup dapat konservatif maupuan operatif. Terapi konservatif meliputi proteksi dengan mitela atau bidai. Sedangkan terapi operatif terdiri dari reposisi terbuka, fiksasi internal, reposisi tertutup dengan kontrol radiologis diikuti fiksasi interna (Mansjoer, 2000: 348)
Pada pemasangan bidai, gips atau traksi maka dilakukan imobolisasi pada bagian yang patah. Imobilisasi dapat menyebabkan berkurangnya kekuatan otot dan densitas tulang agak cepat (Price, 1995 : 1192). Pasien yang harus imobilisasi setelah patah tulang akan menderita komplikasi dari imobilisasi antara lain: adanya rasa tidak enak, iritasi kulit dan luka akibat penekanan, hilangnya kekuatan otot. (Long, 1996: 378)
Kurang perawatan diri dapat terjadi bila sebagin tubuh diimobilisasi dan mengakibatkan berkurangnya kemampuan perawatan diri (Carpenito, 1996: 346). Pada reduksi terbuka fiksasi interna (ORIF) fragmen tulang dipertahankan dengan pin, sekrup, pelat, paku. Namun pembedahan memungkinkan terjadinya infeksi, pembedahan itu sendiri merupakan trauma pada jaringan lunak dan struktur yang sebelumnya tidak mengalami cidera mungkin akan terpotong atau mengalami kerusakan selama tindakan operasi. (Price, 1995: 1192)
Pembedahan yang dilakukan pada tulang, otot dan sendi dapat mengakibatkan nyeri yang hebat. (Brunner & Suddarth, 2002: 2304)

C. Manifestasi Klinik dan Pemeriksaan Penunajang
Manifestasi klinik dari fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi deformitas, pemendekan ekstremitas, kreptus, pembengkakan lokasi dan perubahan warna.
a. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai almiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
b. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tidak dapat digunakan dan cenderung bergerak secara alamiah (gerakan luar biasa) bukannya tetap rigid seperti normalnya. Pergeseran fragmen tulang pada fraktur lengan dan tungkai menyebabkan deformitas (terlihat maupun teraba) ekstremitas yang bisa diketahui membandingkan ekstremitas yang normal dengan ekstremitas yang tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang tempat melekatnya otot.
c. Pada fraktur panjang terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur. Fragmen sering saling melingkupi satu sama lain sampai 2,5-5 cm (1-2 inci).
d. Saat ekstremitas diperiksa dengan tanan teraba adanya derik tulang dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya. (Uji krepitus dapat mengakibatkan kerusakan jaringan lunak yang lebih berat)
e. Pembengkakan dan perubahan warna lokal terjadi sebagai akibat trauma dari pendarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini baru bisa terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cedera.
(Brunner & Suddarth, 2002: 2358)
Pemeriksaan Diagnostik yang dapat dilakuka pada pasien fraktur antara lain:
a. Scan tulang, tomogran, memperlihatkan fraktur juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi jaringan lunak
b. Anteriogram, dilakukan bila dicurigai ada kerusakan vaskular
c. Hitung darah lengkap
Hematokrit mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multiple) kreatinin, trauma otot meningkatkan perban creatinin untuk klirans ginjal.
Doengos (2000: 762)

D. Klasifikasi dan Penatalaksanaan Patah Tulang
Klasifikasi patah tulang menurut bentuk dan garis patah tulang sebagai berikut:
a. Klasifikasi menurut bentuk patah tulang
a. Fractur complet, pemisahan komplit dari tulang menjadi 2 fragmen
b. Fractur incomplet, patah sebagian dari tulang tanpa pemisahan
c. Simple atau closed fractura, tulang patah tapi kulit utuh
d. Fractur complicata, tulang yang patah menusuk kulit, tulang terlihat
e. Fraktur tanpa perubahan posisi, tulang patah pada posisi tempatnya yang normal
f. Fraktur dengan perubahan posisi, ujung tulang yang patah berjauhan dari tempat patah
g. Continued fractur, tulang patah menjadi beberapa bagian fragmen
h. Impacted (Telescoped), faktur salah satu tulang ujung tulang yang padah menancap pada yang lain
b. Klasifikasi menurut garis patah tulang
a. Green stick, retak pada sebelah sisi dari tulang (sering terjadi pada anak dengan tulang yang lembek)
b. Transverse, patah menyilang
c. Obligue, garis patah miring
d. Spiral, patah tulang melingkari tulang
Long (1996:358)
Penatalaksanaan Fraktur antara lain:
a. Terapi Konservatif
a. Proteksi saja
Misal mitela untuk fractur collum chirurgicum humari dengan kedudukan baik.
b. Imobilitas saja tanpa reposisi, misal pemasangan gips pada fractur incomplete dan fraktur dengan kedudukan baik.
c. Reposisi tertutup dan fiksasi dengan gips misal pada fractur supracondilius, fractur collest, fractur smith. Reposisi dapat dalam anestasi umum atau lokal.
d. Traksi untuk reposisi secara permanen
Pada anak-anak dipakai traksi kulit. Traksi kulit dipakai terbatas untuk 4 minggu dengan beban kurang dari 5 minggu.
b. Terapi Operatif
a. Reposisi terbuka, fiksasi interna
b. Reposisi tertutup dengan kontrol radiologis diikuti fiksasi eskterna
Terapi operatif dengan reposisi anatomis diikuti dengan fiksasi interna (open reduction and internal fixation) arteoplasti ekssisional, eksisi fragmen dan pemasangan endoprosteus.
(Mansjoer, 2000: 348)



E. Diagnosa keperawatan
Nyeri akut berhubungan dengan pergerakan fragmen tulang, spasme otot, edema, cedera pada jaringan lunak, stres, ansietas, alat traksi/imobilisasi.
a. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan otot, kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri ketidaknyamanan, terapi restriktif (imobilitas tungkai)
b. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan fraktur terbuka, cedara tusuk, bedah perbaikan; pemasangan traksi, pen, kawat, sekrup, perubahan sensasi sirkulasi; akumulasi/sekret, imobilisasi fisik.
3. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tak adekuatnya pertahanan primer: kerusakan kulit, trauma jaringan, terpajan pada lingkungan, prosedur infasif, traksi tulang.
4. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang terpajan/mengingat, salah interpretasi/tidak mengenal sumber informasi.
5. Resiko tinggi terhadap trauma jaringan berhubungan dengan kehilangan integritas tulang (fraktur)
6. Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan cedera tusuk, fraktur terbuka, bedah perbaikan, imobilisasi fisik.


F. Fokus Intervensi
a. Nyeri akut berhubungan dengan gerakan fragmen tulang, spasme otot, edema, cedera pada jaringan lunak, stres ansietas, alat traksi/imobolisasi.
Intervensi
Rasional
a. Pertahankan imobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring, gips, pembebat, traksi

a. Menghilangkan nyeri dan mencegah kesalahan posisi tulang atau tegangan jaringan yang rusak
b. Tinggikan dan dukung esktremitas yang terkena
b. Meningkatkan aliran balik vena, menurunkan edema, menurunkan nyeri
c. Hindari menggunakan speri atau bantal plastik di bawah ekstremitas dalam gips
c. Dapat meningkatkan ketidaknyamanan karena peningkatan produksi panas dalam gips yang kering
d. Evaluasi keluhan nyeri, perhatikan lokasi, karakteriktik, intensitas (0-10)
d. Meningkatkan kefektifan intervensi, tingkatkan ansietas dapat mempengaruhi persepsi atau reaksi terhadap nyeri
e. Dorong menggunakan teknik manajemen nyeri
e. Meningkatkan kemampuan koping dalam manajemen nyeri
f. Beri alternatif tindakan kenyamanan : pijatan alih baring
f. Meningkatkan sirkulasi umum, menurunkan area tekanan lokal dan kelelahan otot
g. Beri obat sesuai indikasi
g. Diberikan untuk menurunkan nyeri
h. Lakukan kompres dingin atau es 24-28 jam pertama dan sesuai keperluan
h. Menurunkan edema, pembentukan hematon dan menurunkan sensasi nyeri

b. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan otot, kerusakan rangka neuromuskuler: nyeri/ketidaknyamanan; terapi restriktif (imobolisasi tugkai)
Intervensi
Rasional
a. Kaji derajat imobilitas yang dihasilkan oleh cedera

a. Pasien mungkin dibatasi oleh pandangan diri atau persepsi diri tentang keterbatasan fisik aktual
b. Instruksikan pasien untuk atau bantu dalam rentang gerak pasien atau aktif pada ekstremitas yang sakit dan yang tidak sakit
b. Meningkatkan aliran darah ke otot dan tulang untuk meningkatkan tonus otot, mempertahankan gerak sendi, mencegah kontraktor atau atrofi
c. Dorong penggunaan alat isometrik mulai dengan tungkai yang tersakit
c. Kontraksi otot insometrik tanpa menekuk sendi atau menggerakkan tungkai dan membantu mempertahankan kekuatan dan masa otot
d. Tempatkan dalam posisi terlentang secara periodik
d. Menurunkan resiko kontraktor fleksi panggul
e. Bantu atau dorong perawatan diri atau kebersihan (mandi, keramas)
e. Meningkatkan kekuatan otot dan sirkulasi, meningkatkan perawatan diri langsung
f. Dorong peningkatan masukan sampai 2000-3000 ml/hari. Termasuk air asam, jus
f. Mempertahankan hidrasi tubuh menurunkan resiko infeksi urinarius, pembentukan batu dan konstipasi
c. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan fraktur terbuka, cedera tusuk, bedah perbaikan; pemasangan traksi, pen, kawat, sekrup, perubahan sensasi sirkulasi; akumulasi ekskresi/sekret, imobilisasi fisik
Intervensi
Rasional
a. Kaji kulit untuk luka terbuka, benda asing, kemerahan, perdarahan, perubahan warna
a. Memberikan informasi tentang sirkulasi kulit dan masalah yang mungkin disebabkan oleh alat atau pemasangan gips, edema
b. Masase kulit dan penonjolan tulang pertahankan tempat tidur kering dan bebas kerutan
b. Menurunkan tekanan pada area yang peka dan resiko kerusakan kulit
c. Ubah posisi dengan sering
c. Mengurangi tekanan konstan pada area yang sama dan meminimalkan kerusakan jaringan

d. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tak adekuatnya pertahanan primer: kerusakan kulit, trauma jaringan, terpajan pada lingkungan, prosedur infasif, traksi tulang
Intervensi
Rasional
a. Inspeksi kulit untuk adanya iritasi atau robekan kontinuitas
a. Pen atau kawat tidak harus dimasukkan melalui kulit yang terinfeksi kemerahan atau abrasi
b. Kaji sisi pen atau kulit perhatikan keluhan peningkatan nyeri
b. Dapat mengindikasikan timbulnya infeksi lokal
c. Berikan perawatan pen atau kawat steril
c. Dapat mencegah kontaminasi silang dan kemungkinan infeksi
d. Observasi luka untuk pembentukan bula, krepitasi, perubahan warna kulit kecoklatan, bau drainase yang tak enak
d. Menghindarkan infeksi
e. Kaji tonus otot, reflek tendon dalam dan kemampuan berbicara
e. Kekuatan otot, spasme tonik otot rahang, mengindikasi tetanus
f. Selidiki nyeri tiba-tiba atau keterbatasan gerakan dengan edema lokal
f. Dapat mengindikasi adanya osteomeiktis
g. Berikan obat sesuai indikasi
g. AB membantu mengatasi nyeri


e. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang terpajan/mengingat, salah interpretasi/tidak mengenal sumber informasi
Intervensi
Rasional
a. Kaji ulang patologi, prognosis dan harapan yang akan datang
b. Beri penguatan metode mobilitas adan ambulasi sesuai instruksidg terapis fisik yg diindikasikan
c. Dorong pasien untuk melanjutkan latihan aktif untuk sendi diatas dan di baeah fraktur

d. Kaji ulang perawatan luka yang tepat


a. Memberi dasar pengetahuan untuk membuat pilihan informasi
b. Kerusakan lanjut dan pelambatan penyembuhan a


c. Mencegah kekakuan sendi, kontraktur dan kelemahan otot, mengembalikan kembalinya aktivitas secara dini
d. Menurunkan resiko trauma tulang/jaringan daninfeksi yang dapat berlanjut menjadi osteomielitis

6. Resiko tinggi terhadap trauma jaringan berhubungan dengan kehilangan integritas tulang (fraktur)
Intervensi
Rasional
i. Pertahankan tirah baring sesuai indikasi




a. Sokong fraktur dengan bantal, pertahankan posisi netral pada bagian sakit

b. Evaluasi pembebat ekstremitas terhadap resolusi edema


c. Kaji integritas alat fiksasi eksternal

a. Meningkatkan stabilitas, menurunkan kemungkinan gangguan posisi/penyembuhan
b. Mencegah gerakan yang tidak perlu dan perubahan posisi

c. Pembebat mungkin digunakan untuk memberi imobilisasi fraktur dimana pembengkakan jaringan berlebihan
d. Memungkinkan mobilitas/kenyamanan






b. Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan cedera tusuk, fraktur terbuka, bedah perbaikan, imobilisasi fisik.
Intervensi
Rasionals
a. Kaji kulit untuk luka terbuka, benda asing, kemerahan, perdarahan, perubahan warna

b. Ubah posisi dengan sering


c. Masase kulit dan penonjolan tulang, pertahankan tempat tidur tetap kering dan bebas kerutan
a. Memberi informasi tentang sirkulasi kulit


b. Mengurangi tekanan pada kulit dan meminimalkan resiko kerusakan kulit.
c. Menurunkan tekanan pada area yang peka dan resiko abrasi/kerusakan kulit

RSUD Dr. H. Soewondo Kerndal " Askep Hernia "

ASUHAN KEPERAWATAN
KLIEN HERNIA



A. Pengertian dan Penyebab

1. Pengertian
Hernia adalah menonjolnya suatu organ atau struktur organ dan tempatnya yang normal malalui sebuah defek konsenital atau yang didapat. (Long, 1996 : 246).
Hernia adalah suatu keadaan menonjolnya isi usus suatu rongga melalui lubang (Oswari, 2000 : 216).
Hernia adalah penonjolan sebuah organ, jaringan atau struktur melewati dinding rongga yang secara normal memang berisi bagian-bagian tersebut (Nettina, 2001 : 253).
Hernia inguinalis adalah hernia isi perut yang tampak di daerah sela paha (regio inguinalis). (Oswari, 2000 : 216)
2. Penyebab
Hernia dapat terjadi karena ada sebagian dinding rongga lemah. Lemahnya dinding ini mungkin merupakan cacat bawaan atau keadaan yang didapat sesudah lahir, contoh hernia bawaan adalah hermia omphalokel yang terjadi karena sewaktu bayi lahir tali pusatnya tidak segera berobliterasi (menutup) dan masih terbuka. Demikian pula hernia diafragmatika. Hernia dapat diawasi pada anggota keluarga misalnya bila ayah menderita hernia bawaan, sering terjadi pula pada anaknya.
Pada manusia umur lanjut jaringan penyangga makin melemah, manusia umur lanjut lebih cenderung menderita hernia inguinal direkta. Pekerjaan angkat berat yang dilakukan dalam jangka lama juga dapat melemahkan dinding perut (Oswari. 2000 : 217).

B. Patofisiologi/Pathways
Defek pada dinding otot mungkin kongenital karena melemahkan jaringan atau ruang luas pada ugamen inguinal atau dapat disebabkan oleh trauma. Tekanan intra abdominal paling umum meningkat sebagai akibat dari kehamilan atau kegemukan. Mengangkat berat juga menyebabkan peningkatan tekanan, seperti pada batuk dan cidera traumatik karena tekanan tumpul. Bila dua dari faktor ini ada bersama dengan kelemahan otot, individu akan mengalami hernia.
Hernia inguinalis indirek, hernia ini terjadi melalui cincin inguinal dan melewati korda spermatikus melalui kanalis inguinalis. Ini umumya terjadi pada pria dari pada wankita. Insidennya tinggi pada bayi dan anak kecil. Hernia ini dapat menjadi sangat besar dan sering turun ke skrotum.
Hernia inguinalis direk, hernia ini melewati dinding abdomen diarea kelemahan otot, tidak melalui kanal seperti pada hernia inguinalis dan femoralis indirek. Ini lebih umum pada lansia. Hernia inguinalis direk secara bertahap terjadi pada area yang lemah ini karena defisiensi kongenital.
Hernia femoralis, hernia femoralis terjadi melalui cincin femoral dan lebih umum pada wanita dari pada pria. Ini mulai sebagai penyumbat lemak di kanalis femoralis yang membesar dan secara bertahap menarik peritonium dan hampir tidak dapat dihindari kandung kemih masuk ke dalam kantung. Ada insiden yang tinggi dari inkar serata dan strangulasi dengan tipe hernia ini.
Hernia embilikalis, hernia imbilikalis pada orang dewasa lebih umum pada wanita dan karena peningkatan tekanan abdominal. Ini biasanya terjadi pada klien gemuk dan wanita multipara (Ester, 2002 : 53)
Hernia umbilicalis terjadi karena kegagalan orifisium umbilikal untuk menutup (Nettina, 2001 : 253)
Bila tekanan dari cincin hernia (cincin dari jaringan otot yang dilalui oleh protusi usus) memotong suplai darah ke segmen hernia dari usus, usus menjadi terstrangulasi. Situasi ini adalah kedaruratan bedah karena kecuali usus terlepas, usus ini cepat menjadi gangren karena kekurangan supali darah (Ester, 2002 : 55).
Pembedahan sering dilakukan terhadap hernia yang besar atau terdapat resiko tinggi untuk terjadi inkarserasi. Suatu tindakan herniorrhaphy terdiri atas tindakan menjepit defek di dalam fascia. Akibat dan keadaan post operatif seperti peradangan, edema dan perdarahan, sering terjadi pembengkakan skrotum. Setelah perbaikan hernia inguinal indirek. Komplikasi ini sangat menimbulkan rasa nyeri dan pergerakan apapun akan membuat pasien tidak nyaman, kompres es akan membantu mengurangi nyeri (Long. 1996 : 246).

C. Manifestasi Klinis dan Pemeriksaan Penunjang
1. Manifestasi klinis
a. Tampak benjolan di lipat paha.
b. Bila isinya terjepit akan menimbulkan perasaan sakit di tempat itu disertai perasaan mual.
c. Bila terjadi hernia inguinalis stragulata perasaan sakit akan bertambah hebat serta kulit di atasnya menjadi merah dan panas.
d. Hernia femoralis kecil mungkin berisi dinding kandung kencing sehingga menimbulkan gejala sakit kencing (disuria) disertai hematuria (kencing darah) disamping benjolan di bawah sela paha.
e. Hernia diafragmatika menimbulkan perasaan sakit di daerah perut disertai sasak nafas.
f. Bila pasien mengejan atas batuk maka benjolan hernia akan bertambah besar.
(Oswari, 2000 : 218)

2. Pemeriksaan penunjang
a. Sinar X abdomen menunjukkan abnormalnya kadar gas dalam usus/ obstruksi usus.
b. Hitung darah lengkap dan serum elektrolit dapat menunjukkan hemokonsentrasi (peningkatan hemotokrit), peningkatan sel darah putih dan ketidak seimbangan elektrolit.
( sumber ………)

D. PENGKAJIAN FOKUS
Aktivitas/istirahat
Gejala : - Riwayat pekerjaan yang perlu mengangkat berat, duduk, mengemudi dan waktu lama
- membutuhkan papan/matras yang keras saat tidur
- Penurunan rentang gerak dan ekstremitas pada salah satu bagian tubuh
- Tidak mampu melakukan aktivitas yang biasanya dilakukan.
Tanda : Atrofi otot pada bagian tubuh yang terkena gangguan dalam berjalan
Eliminasi
Gejala : konstipasi dan adanya inkartinensia/retensi urine
Integritas Ego
Gejala : ketakutan akan timbulnya paralisis, ansietas, masalah pekerjaan finansial keluarga
Tanda : tampak cemas, depresi, menghindar dari keluarga
Neurosensori
Gejala : kesemutan, kekakuan, kelemahan dari tangan/kaki
Tanda : penurunan reflek tendon dalam, kelemahan otot, hipotonia. Nyeri tekan/spasme otot paravertebralis, penurunan persepsi nyeri
Kenyamanan
Gejala : nyeri seperti tertusuk pisau, yang akan semakin memburuk dengan adanya batuk, bersin, defekasi, nyeri yang tidak ada hentinya, nyeri yang menjalar ke kaki, bokong, bahu/lengan, kaku pada leher.
(Doenges, 1999 : 320-321)
Post Operasi
Status Pernapasan
- Frekuensi, irama dan ke dalaman
- Bunyi napas
- Efektifitas upaya batuk
Status Nutrisi
- Status bising usus, mual, muntah
Status Eliminasi
- Distensi abdomen pola BAK/BAB
Kenyamanan
- Tempat pembedahan, jalur invasif, nyeri, flatus
Kondisi Luka
- Keadaan/kebersihan balutan
- Tanda-tanda peradangan
- drainage
Aktifitas
- Tingkat kemandirian dan respon terhadap aktivitas

E. Fokus IntervensiI
1. Medis
a. Hernia yang terstrangulasi atau inkarserata dapat secara mekanis berkurang. Suatu penokong dapat digunakan untuk mempertahankan hernia berkurang. Penyokong ini adalah bantalan yang diikatkan ditempatnya dengan sabuk. Bantalan ditempatkan di atas hernia setelah hernia dikurangi dan dibiarkan ditempatnya untuk mencegah hernia dan kekambuhan. Klien harus secara cermat memperhatikan kulit di bawah penyokong untuk memanifestasikan kerusakan (Long, 1996 : 246)
b. Perbaikan hernia dilakukan dengan menggunakan insisi kecil secara langsung di atas area yang lemah. Usus ini kemudian dikembalikan ke rongga perintal, kantung hernia dibuang dan otot ditutup dengan kencang di atas area tersebut. Hernia diregion inguinal biasanya diperbaikan hernia saat ini dilakukan sebagai prosedur rawat jalan. (Ester, 2002 : 54).

2. Keperawatan
a. Nyeri (akut) berhubungan dengan insisi bedah
Intervensi :
1). Selidiki keluhan nyeri, perhatikan lokasi, intensitas (skala 0 – 10) dan faktor pemberat/penghilang
2). Anjurkan pasien untuk melaporkan nyeri segera saat mulai.
3). Pantau tanda-tanda vital
4). Kaji insisi bedah, perhatikan edema ; perubahan konter luka (pembentukan hematoma) atau inflamasi mengeringnya tepi luka.
5). Berikan tindakan kenyamanan, misal gosokan punggung, pembebatan insisi selama perubahan posisi dan latihan batuk/bernapas, lingkungan tenang.
6). Berikan analgesik sesuai terapi
Rasional :
a. Nyeri insisi bermakna pada pasca operasi awal, diperberat oleh pergerakan, batuk, distensi abdomen, mual.
b. Intervensi diri pada kontrol nyeri memudahkan pemulihan otot/jaringan dengan menurunkan tegangan otot dan memperbaiki sirkulasi
c. Respon autonemik meliputi perubahan pada TD, nadi dan pernapasan yang berhubungan dengan keluhan/penghilang nyeri. Abnormalitas tanda vital terus menerus memerlukan evaluasi lanjut.
d. Perdarahan pada jaringan, bengkak, inflamasi lokal atau terjadinya infeksi dapat menyebabkan peningkatan nyeri insisi.
e. Memberikan dukungan relaksasi, memfokuskan ulang perhatian, meningkatkan rasa kontrol dan kemampuan koping.
f. Mengontrol/mengurangi nyeri untuk meningkatkan istirahat dan meningkatkan kerjasama dengan aturan terapeutik
2. Risiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan hemoragi
Intervensi :
a. Pantau tanda-tanda vital dengan sering, perhatikan peningkatan nadi, perubahan TD postural, takipnea, dan ketakutan. Periksa balutan dan luka dengan sering selama 24 jam terhadap tanda-tanda darah merah terang atau bengkak insisi berlebihan
b. Palpasi nadi perifer. Evaluasi pengisian kapiler, turgor kulit, dan status membran mukosa.
c. Perhatikan adanya edema
d. Pantau masukan dan haluaran (mencakup semua sumber : misal emesis, selang, diare), perhatikan haluaran urine
e. Pantau suhu
f. Tinjau ulang penyebab pembedahan dan kemungkinan efek samping pada keseimbangan cairan.
g. Berikan cairan, darah, albumin, elektrolit sesuai indikasi.

Rasional :
a. Tanda-tanda awal hemorasi usus dan/ atau pembentukan hematoma yang dapat menyebabkan syok hipovotemik
b. Memberikan informasi tentang volume sirkulasi umum dan tingkat dehidrasi
c. Edema dapat terjadi karena pemindahan cairan berkenaan dengan penurunan kadar albumen serum/protein.
d. Indikator langsung dari hidrasi/perjusi organ dan fungsi. Memberikan pedoman untuk penggantian cairan
e. Demam rendah umum terjadi selama 24 – 48 jam pertama dan dapat menambah kehilangan cairan
f. Mengeksaserbasi cairan dan kehilangan elektrolit
g. Mempertahankan volume sirkulasi dan keseimbangan elektrolit.
3. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan primer
Intervensi :
a. Pantau tnda-tanda vital, perhatikan peningkatan suhu.
b. Observasi penyatuan luka, karakter drainase, adanya inflamasi
c. Observasi terhadap tanda/gejala peritonitas, misal : demam, peningkatan nyeri, distensi abdomen
d. Pertahankan perawatan luka aseptik, pertahankan balutan kering
e. Berikan obat-obatan sesuai indikasi :
Antibiotik, misal : cefazdine (Ancel)
Rasional :
a. Suhu malam hari memuncak yang kembali ke normal pada pagi hari adalah karakteristik infeksi.
b. Perkembangan infeksi dapat memperlambat pemulihan
c. Meskipun persiapan usus dilakukan sebelum pembedahan elektif, peritonitas dapat terjadi bila susu terganggu. Misal : ruptur pra operasi, kebocoran anastromosis (pasca operasi) atau bila pembedahan adalah darurat/akibat dari luka kecelakaan
d. Melindungi pasien dari kontaminasi silang selama penggantian balutan. Balutan basah sebagai sumbu retrogad, menyerap kontaminasi eksternal.
e. Diberikan secara profilaktik dan untuk mengatasi infeksi.
4. Risiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna/makan-makanan
Intervensi :
a. Tinjau faktor-faktor individual yang mempengaruhi kemampuan untuk mencerna/makan makanan, misal : status puasa, mual, ikusperistaltik setelah selang dilepaskan
b. Aukultasi bising usus palpasi abdomen. Catat pasase flatus.
c. Identifikasi kesukaan/ketidaksukaan diet dari pasien. Anjurkan pilihan makanan tinggi protein dan vitamin C
d. Berikan cairan IU, misal : albumin. Lipid, elektrolit

Rasional :
a. Mempengaruhi pilihan intervensi
b. Menentukan kembalinya peristaltik (biasanya dalam 2 – 4 hari)
c. Meningkatkan kerjasama pasien dengan aturan diet, protein/vitamin C adalah kontributor utama untuk pemeliharaan jaringan dan perbaikan. Malnutrisi adalah faktor dalam menurunkan pertahanan terhadap infeksi
d. Memperbaiki keseimbangan cairan dan elektrolit. Inflamasi usus, erosi mukosa, infeksi.
5. Ketakutan/ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
Intervensi :
a. Awasi respon fisiologis, misal : takipnea, palpitasi, pusing, sakit kepala, sensasi kesemutan.
b. Dorong pernyataan takut dan ansietas : berikan umpan balik.
c. Berikan informasi akurat, nyata tentang apa yang dilakukan, misal : sensasi yang diharapkan, prosedur biasa
d. Dorong orang terdekat tinggal dengan pasien, berespon terhadap tanda panggilan dengan cepat. Gunakan sentuhan dan kontak mata dengan cepat
e. Tunjukkan teknik relaksasi, contoh : visualisasi, latihan napas dalam, bimbingan imajinasi
f. Berikan obat sesuai dengan indikasi, misal : Diazepam (valium), klurazepat (Tranxene), alprazolan (Xanax)
Rasional :
a. Dapat menjadi indikatif derajat takut yang dialami pasien tetapi dapat juga berhubungan dengan kondisi fisik/status syok
b. Membuat hubungan terapeutik. Membantu pasien menerima perasaan dan memberikan kesempatan untuk memperjelas kesalahan konsep
c. Melibatkan pasien dalam rencana asuhan dan menurunkan ansietas yang tak perlu tentang ketidaktahuan.
d. Membantu menurunkan takut melalui pengalaman menakutkan menjadi seorang diri.
e. Belajar cara untuk rileks dapat menurunkan takut dan ansietas
f. Sedatif/transquilizer dapat digunakan kadang-kadang untuk menurunkan ensietas dan meningkatkan istirahat, khususnya pada pasien ulkus.
6. Pola pernapasan tak efektif berhubungan dengan ekspansi paru
Intervensi :
a. Kaji frekuensi ke dalaman pernapasan dan ekspansi dada. Catat upaya pernapasan, termasuk penggunaan otot bantu/pelebaran masal
b. Auskultasi bunyi napas dan catat adanya bunyi napas adventisius, seperti : krekels, mengi, gesekan plurtal
c. Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi. Bangunkan pasien turun tempat tidur dan ambuasi sesegera mungkin
d. Bantu pasien mengatasi takut/ansietas (rujuk DK : ketakutan/ansietas)
e. Berikan oksigen tambahan
Rasional :
a. Kecepatan biasanya meningkat. Dipsnea dan terjadi peningkatan kerja napas (pada awal atau hanya tanda EP sub akut). Ke dalaman pernapasan bervariasi tergantung derajat gagal napas
b. Bunyi napas menurun/tak ada bila jalan napas obstruktif sekunder terhadap perdarahan, bekuan atau kolaps jalan napas kecil (atelektasis).
c. Duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru dan memudahkan pernapasan. Pengubahan posisi dan ambulasi meningkatkan pengisian udara segmen paru berbeola sehingga memperbaiki difusi gas
d. Perasaan takut dan ansietas berat berhubungan dengan ketidakmampuan bernapas/terjadinya hipoksemia dan dapat secara aktual meningkatkan konsumsi oksigen/kebutuhan
e. Memaksimalkan bernapas dan menurunkan kerja napas.
7. Intelorensi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum
Intervensi :
a. Tingkatkan tirah baring/duduk. Berikan lingkungan tentang : batasi pengunjung sesuai keperluan
b. Ubah posisi dengan sering. Berikan perawatan kulit yang baik
c. Tingkatkan aktivitas sesuai toleransi, bantu melakukan latihan rentan, gerak sendi pasif/aktif
d. Dorong penggunaan teknik manajemen stres, contoh : relaksasi progresif, visualisasi, bimbingan imajinasi. Berikan aktivitas hiburan yang tepat, contoh : menonton TV, radio, membaca
e. Berikan obat sesuai indikasi : sedatif, agen antiansietas. Contoh : cliazepam (valium), lorazepam (Ativan)
Rasional :
a. Meningkatkan istirahat dan ketenagan : menyediakan energi yang digunakan untuk penyembuhan
b. Meningkatkan tinggi pernapasan dan meminimalkan tekanan pada urea tertentu untuk menurunkan risiko kerusakan jaringan
c. Tirah baring lama dapat menurunkan kemampuan. Ini dapat terjadi karena keterbatasan aktivitas yang mengganggu periode istirahat
d. Meningkatkan relaksasi dan penghematan energi, memusatkan kembali perhatian dan dapat meningkatkan koping.
e. Membantu dalam manajemen kebutuhan tidur.

DAFTAR PUSTAKA

Doenges, M.E. 1999, Rencana Asuhan Keperawatan, EGC. Jakarta
Ester, M., 2001, Keperawatan Medikal Bedah, EGC. Jakarta
Long, B.C. 1999, Perawatan Medikal Bedah, Volume 3, Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan padjajaran Bandung
Nettina, S.M, 2001, Pedoman Praktik Keperawatan, EGC. Jakarta
Oswari, E. 2000, Bedah dan Perawatannya, FKUI. Jakarta